Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo, Jepang
Menjelang
tahun baru 2013 memang banyak pengawasan, pengetatan penjagaan oleh
polisi Jepang. Pergerakan kegiatan di akhir tahun juga banyak dilakukan
di dunia hiburan, untuk menghabiskan waktu di tahun yang lama.
Hal ini biasa pula dimanfaatkan kalangan dunia malam, termasuk yakuza untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Tidak heran pengawasan polisi semakin diperketat 24 jam terutama di daerah hiburan Tokyo.
Seorang polisi mengomentari,"Sudah menjadi tugas kami berjaga 24 jam terutama di akhir tahun supaya masyarakat aman dan nyaman bergerak di penghujung tahun menyambut tahun yang baru," paparnya di daerah Kabukicho, Tokyo, Minggu (30/12/2012) malam.
Pengetatan ini termasuk juga ke toko-toko video/DVD yang bertebaran di sana dan di berbagai tempat di Tokyo, karena tidak sedikit yang menghabiskan waktunya di rumah saja dengan melihat berbagai macam film, terutama film porno. Waktunya melihat film tanpa henti menyambut tahun yang baru.
Kesempatan ini dimanfaatkan banyak penjual dan pembajak film porno, melipatgandakan film tersebut, menjual diam-diam kepada para langganannya dengan harga yang tidak mahal. Biasanya sekitar 10.000 yen per 10 keping DVD atau sekitar Rp 1,1 juta (kurs Rp 113 per yen), tetapi khusus malam tahun baru, dengan alasan kualitas terbaik dan film terbaik porno, ditawarkan sekitar 2.000 yen per keping DVD (Rp 227 ribu), atau dua kali lipat lebih mahal. Kesempatan untuk cari duit di hari terakhir tahun 2012. Biasanya orang akan buang duit, dengan pemikiran dianggap buang semua kesusahan di tahun lama, ber-happy menyambut tahun yang baru sehingga uang berapa pun biarlah dibuang, toh sekali setahun. Begitulah pemikiran banyak orang di Jepang.
Aktivitas film porno diakui polisi cukup tinggi di akhir tahun. Tak heran bulan lalu, sekiitar 27 November, dalam sebuah penggerebekan di Tokyo, polisi berhasil menyita sedikitnya 260.000 keping DVD film porno dengan nilai sedikitnya 130 juta yen (Rp 14,7 miliar).
Seorang manajer toko, Minoru Ota (42) dan tujuh orang lain yang dicurigai ikut ditangkap polisi. Hal ini dilakukan setelah polisi menggerebek lima toko penjual DVD di daerah Kabukicho Shinjuku, Tokyo.
Jumlah penyitaan tersebut yang terbesar dalam sejarah penyitaan DVD porno oleh polisi Jepang. Nilai pasarnya terkumpul berbagai DVD porno lain yang tidak disensor, diperkirakan dalam setahun ini bernilai sekitar 530 juta yen (Rp 60,3 miliar) berhasil disita polisi Tokyo saja.
Penjualan kebanyakan dilakukan kepada usia tanggung antara 20-40 tahun yang masih sangat senang menonton video porno.
Sejak Juli lalu pengetatan peraturan mengenai peng-kopian film diberlakukan, khususnya pengkopian secara elektromagnetik, atau lewat internet dan cara canggih apa pun sudah masuk kategori tak boleh dilakukan.
Selain pelanggaran penggandaan, penduplikasian film, sebagai bajakan, film porno tersebut pun tidak ada sensor. Hal ini dilarang keras.
Penjualan film porno di Jepang sebenarnya tidak dilarang tetapi harus memenuhi berbagai persyaratan ketat antara lain bagian alat kelamin harus di sensor dengan cara mozaik, dirabunkan, disamarkan, tak boleh jelas kelihatan.
Para pembajak dan pengedar film porno yang tertangkap tersebut tidak melakukan penyensoran pada film porno yang diperjualbelikan.
Dari pengamatan Tribunnews.com, umumnya para penjual dan pengedar film porno bajakan tersebut bukanlah orang baru. Mereka berulangkali melakukan hal tersebut, sebagai bagian dari jaringan yakuza di Jepang. Mencari uang dengan mudah melalui penjualan film bajakan dan porno tanpa sensor, karena memang tetap banyak peminatnya.
Hal ini biasa pula dimanfaatkan kalangan dunia malam, termasuk yakuza untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Tidak heran pengawasan polisi semakin diperketat 24 jam terutama di daerah hiburan Tokyo.
Seorang polisi mengomentari,"Sudah menjadi tugas kami berjaga 24 jam terutama di akhir tahun supaya masyarakat aman dan nyaman bergerak di penghujung tahun menyambut tahun yang baru," paparnya di daerah Kabukicho, Tokyo, Minggu (30/12/2012) malam.
Pengetatan ini termasuk juga ke toko-toko video/DVD yang bertebaran di sana dan di berbagai tempat di Tokyo, karena tidak sedikit yang menghabiskan waktunya di rumah saja dengan melihat berbagai macam film, terutama film porno. Waktunya melihat film tanpa henti menyambut tahun yang baru.
Kesempatan ini dimanfaatkan banyak penjual dan pembajak film porno, melipatgandakan film tersebut, menjual diam-diam kepada para langganannya dengan harga yang tidak mahal. Biasanya sekitar 10.000 yen per 10 keping DVD atau sekitar Rp 1,1 juta (kurs Rp 113 per yen), tetapi khusus malam tahun baru, dengan alasan kualitas terbaik dan film terbaik porno, ditawarkan sekitar 2.000 yen per keping DVD (Rp 227 ribu), atau dua kali lipat lebih mahal. Kesempatan untuk cari duit di hari terakhir tahun 2012. Biasanya orang akan buang duit, dengan pemikiran dianggap buang semua kesusahan di tahun lama, ber-happy menyambut tahun yang baru sehingga uang berapa pun biarlah dibuang, toh sekali setahun. Begitulah pemikiran banyak orang di Jepang.
Aktivitas film porno diakui polisi cukup tinggi di akhir tahun. Tak heran bulan lalu, sekiitar 27 November, dalam sebuah penggerebekan di Tokyo, polisi berhasil menyita sedikitnya 260.000 keping DVD film porno dengan nilai sedikitnya 130 juta yen (Rp 14,7 miliar).
Seorang manajer toko, Minoru Ota (42) dan tujuh orang lain yang dicurigai ikut ditangkap polisi. Hal ini dilakukan setelah polisi menggerebek lima toko penjual DVD di daerah Kabukicho Shinjuku, Tokyo.
Jumlah penyitaan tersebut yang terbesar dalam sejarah penyitaan DVD porno oleh polisi Jepang. Nilai pasarnya terkumpul berbagai DVD porno lain yang tidak disensor, diperkirakan dalam setahun ini bernilai sekitar 530 juta yen (Rp 60,3 miliar) berhasil disita polisi Tokyo saja.
Penjualan kebanyakan dilakukan kepada usia tanggung antara 20-40 tahun yang masih sangat senang menonton video porno.
Sejak Juli lalu pengetatan peraturan mengenai peng-kopian film diberlakukan, khususnya pengkopian secara elektromagnetik, atau lewat internet dan cara canggih apa pun sudah masuk kategori tak boleh dilakukan.
Selain pelanggaran penggandaan, penduplikasian film, sebagai bajakan, film porno tersebut pun tidak ada sensor. Hal ini dilarang keras.
Penjualan film porno di Jepang sebenarnya tidak dilarang tetapi harus memenuhi berbagai persyaratan ketat antara lain bagian alat kelamin harus di sensor dengan cara mozaik, dirabunkan, disamarkan, tak boleh jelas kelihatan.
Para pembajak dan pengedar film porno yang tertangkap tersebut tidak melakukan penyensoran pada film porno yang diperjualbelikan.
Dari pengamatan Tribunnews.com, umumnya para penjual dan pengedar film porno bajakan tersebut bukanlah orang baru. Mereka berulangkali melakukan hal tersebut, sebagai bagian dari jaringan yakuza di Jepang. Mencari uang dengan mudah melalui penjualan film bajakan dan porno tanpa sensor, karena memang tetap banyak peminatnya.
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo, Jepang
Para
tersangka yang ditangkap, diadili dan sanksinya adalah masuk penjara
atau denda yang besarnya bisa mencapai puluhan juta yen.
Mereka biasanya membayar denda, walaupun puluhan juta yen, lalu biasanya berusaha serupa lagi lebih hati-hati dalam beroperasi, dilakukan untuk menutupi kerugian tersebut, harus bayar denda puluhan juta yen. Begitulah selanjutnya, pada akhirnya ditangkap polisi kembali. Ada kemungkinan sebagai bagian dari persaingan tajam antar para toko. Pemilik yang iri hati, akan memberikan informasi kepada polisi agar dia ditangkap. Dengan demikian ada unsur kerjasama, sama-sama dapat rezeki, kalau ingin tertutup semua, sampai tak ketahuan polisi. Tak boleh ada satu yang kaya sendiri. Inilah hukum dunia malam di Jepang, yang merupakan salah satu aturan yakuza pula, agar semua sama rata dapat rejeki bersama di dalam satu kelompok.
Mereka biasanya membayar denda, walaupun puluhan juta yen, lalu biasanya berusaha serupa lagi lebih hati-hati dalam beroperasi, dilakukan untuk menutupi kerugian tersebut, harus bayar denda puluhan juta yen. Begitulah selanjutnya, pada akhirnya ditangkap polisi kembali. Ada kemungkinan sebagai bagian dari persaingan tajam antar para toko. Pemilik yang iri hati, akan memberikan informasi kepada polisi agar dia ditangkap. Dengan demikian ada unsur kerjasama, sama-sama dapat rezeki, kalau ingin tertutup semua, sampai tak ketahuan polisi. Tak boleh ada satu yang kaya sendiri. Inilah hukum dunia malam di Jepang, yang merupakan salah satu aturan yakuza pula, agar semua sama rata dapat rejeki bersama di dalam satu kelompok.